Mimbar Minimalis – Di tengah desa yang asri, tempat angin masih berbisik pelan lewat celah-celah daun kelapa, ada satu cerita menarik yang kerap luput dari sorotan. Cerita tentang perubahan. Tentang bagaimana mimbar tempat khatib menyampaikan khutbah tiap Jumat bertransformasi dari bentuk tradisional yang sarat ukiran hingga kini menjadi lebih ramping, bersih, dan bergaya minimalis.
Kalau dulu, mimbar di masjid-masjid desa identik dengan ukiran penuh filosofi, tiang-tiang kecil di sisi kanan-kiri, hingga puncak atap mini yang mengingatkan kita pada bangunan zaman kerajaan. Kini, sebagian besar mimbar di desa mulai beralih ke desain yang lebih sederhana. Tidak lagi ramai ornamen. Hanya garis-garis tegas dan warna-warna netral seperti putih, cokelat kayu, atau abu-abu.
Baca juga: 5 Langkah Mudah Memilih Jasa Pembuatan Mimbar Masjid Berkualitas
Cerita Transformasi Mimbar Tradisional ke Gaya Minimalis di Pelosok Desa
Perubahan Itu Tak Terjadi Sekejap
Peralihan ini bukan seperti membalik telapak tangan. Ada proses panjang di baliknya. Sebut saja Masjid Al-Hidayah di Desa Sukamaju. Awalnya mereka punya mimbar tua, peninggalan dari tahun 1970-an. Kayunya jati, ukirannya rumit, indah, dan penuh makna. Tapi seiring waktu, kayu mulai lapuk, ukiran kian sulit dibersihkan dari debu, dan estetika zaman berubah.
Ketua DKM, Pak Darsa, awalnya ragu. “Sayang kalau dibongkar, itu mimbar punya sejarah,” ujarnya. Tapi ketika diskusi demi diskusi dilakukan, suara anak muda mulai terdengar. Mereka menginginkan masjid yang lebih ‘kekinian’, tampilan yang bersih, praktis, dan tentu saja tetap fungsional.
Akhirnya, keputusan dibuat. Bukan membuang mimbar lama, tapi memindahkannya ke ruangan khusus sebagai barang pusaka. Lalu, mimbar baru dengan desain minimalis mulai dirancang.
Mimbar Minimalis: Simpel tapi Bermakna
Sekilas, mimbar minimalis terlihat biasa saja. Tapi justru di situ letak kelebihannya. Tanpa ukiran berlebihan, mata lebih fokus ke pembicara. Warna-warna terang memberikan kesan lapang dan bersih. Dan secara tak sadar, desain ini terasa lebih modern dan dekat dengan selera generasi muda.
Mimbar baru di Masjid Al-Hidayah hanya terdiri dari podium berbentuk kotak memanjang, dengan rak kecil untuk menyimpan Al-Qur’an dan mikrofon. Tidak ada atap, tidak ada tiang. Semua terlihat “ringkas tapi berkelas.”
Tips Jika Ingin Beralih ke Mimbar Minimalis di Desa:
- Libatkan Komunitas Masjid
Jangan asal ganti. Bicarakan dulu dengan pengurus dan jamaah. Ini bukan hanya soal estetika, tapi juga identitas.
- Pikirkan Fungsi dan Kenyamanan
Pilih desain yang memudahkan khatib. Pastikan tinggi podium sesuai, ada tempat meletakkan kitab, dan cukup ruang untuk bergerak.
- Gunakan Material Lokal yang Tahan Lama
Kayu kelapa, kayu mahoni, atau bahkan baja ringan yang dipadukan dengan finishing kayu bisa jadi pilihan. Estetik dan ekonomis.
- Pertimbangkan Nilai Sejarah Mimbar Lama
Kalau memungkinkan, rawat dan simpan mimbar lama. Jadikan sebagai bagian dari sejarah masjid, mungkin sebagai pajangan di museum kecil desa.
- Desain Fleksibel untuk Acara Lain
Mimbar minimalis bisa dirancang agar cocok digunakan tidak hanya untuk khutbah, tapi juga ceramah, seminar, atau kegiatan desa lainnya.
Mimbar Minimalis Bukan Sekadar Gaya
Banyak yang mengira tren mimbar minimalis hanya ikut-ikutan. Padahal tidak selalu begitu. Ada nilai-nilai yang bisa dirasakan dari kesederhanaannya. Di balik garis lurus dan warna polos, ada semangat efisiensi, keterbukaan, dan inklusivitas.
“Dulu mimbar seperti panggung raja, sekarang seperti meja sahabat,” kata Pak Rudi, salah satu pengurus masjid. Ungkapan itu menggambarkan bagaimana mimbar kini lebih membumi, lebih akrab, dan tidak menimbulkan jarak antara khatib dan jamaah.
Dampaknya Terasa Nyata
Setelah mimbar baru dipasang, anak-anak muda desa jadi lebih sering datang ke masjid. Mereka bilang masjidnya sekarang ‘Instagramable’. Mungkin terdengar sepele, tapi kenyataannya, tempat ibadah yang terasa dekat dengan zaman bisa lebih mengundang.
Beberapa remaja bahkan tertarik ikut membuat desain digital mimbar menggunakan software sederhana. Siapa sangka, dari perubahan kecil ini, muncul semangat baru di kalangan generasi muda untuk lebih peduli terhadap fasilitas ibadah.
Tradisi dan Modernitas Bisa Berjalan Bersama
Satu hal yang perlu digarisbawahi yaitu transformasi mimbar bukan berarti meninggalkan tradisi. Justru dengan desain minimalis, kita bisa menyelipkan elemen-elemen khas lokal dalam bentuk yang lebih halus. Misalnya, memilih kayu dari desa sendiri, atau menambahkan ukiran kecil di sudut podium sebagai aksen.
Mimbar bisa saja berubah bentuk, tapi fungsinya tetap: menyampaikan kebaikan.
Sebuah Jalan Tengah yang Bijak
Transformasi dari mimbar tradisional ke mimbar minimalis di desa bukan sekadar soal desain. Ini soal bagaimana sebuah komunitas berani berdialog dengan zamannya, tanpa kehilangan akarnya.
Gaya boleh berganti, tapi nilai tetap dijaga. Dan dari sini kita belajar, bahwa perubahan yang baik adalah perubahan yang mengajak semua pihak bicara, mendengar, dan akhirnya sepakat untuk melangkah bersama.
Jadi, kalau kamu tinggal di desa dan melihat mimbar masjid mulai berubah bentuk, jangan buru-buru mengernyit. Bisa jadi, itu tanda bahwa desa sedang bertumbuh. Dalam diam, dalam bentuk yang sederhana, tapi membawa semangat yang besar.
Jika Anda membutuhkan podium atau mimbar untuk ruang ibadah Anda. Kami ahli dalam pembuatan podium dan mimbar dari kayu jati, stainless, atau akrilik. Dengan pengalaman dan bahan berkualitas, kami siap mewujudkan desain impian Anda. Tim kami akan bekerja sama dengan Anda untuk memastikan setiap detail yang perlu dipertimbangkan. Dari podium tradisional hingga mimbar modern, kami menyediakan solusi sesuai kebutuhan Anda. Hubungi kami di halaman ini sekarang untuk konsultasi. Percayakan kepada kami untuk memberikan sentuhan elegan dan fungsionalitas yang Anda butuhkan di dalam ruang ibadah Anda.
You must be logged in to post a comment.